Memasuki Era Kepemimpinan Terbuka dan Berprinsip
Pemimpin pada umumnya lahir dari salah satu golongan dari angggota yang dipimpinnya. Misalnya saja presiden yang muncul dari partai politik tertentu atau ketua BEM mahasiswa yang berasal dari organisasi pergerakan tertentu. Walaupun melepaskan diri dari atribut keanggotaan sebelumnya, pemimpin yang berangkat dari satu golongan pasti memiliki kecenderungan untuk bertindak sesuai apa yang mereka terima ketika mereka berjuang menjadi pemimpin. Bahkan dalam ektremnya secara naluriah ketika orang tersebut berhasil memimpin maka kelompoknya lah yang kemudian mendapat tempat yang paling terhormat dan nyaman.
Tidak ada yang salah dengan fenomena tersebut, hal itu adalah hukum alam yang dalam kadar tertentu masih dapat ditoleril. Akan tetapi perbahan zaman menuntut tipe pemimpin yang akan mengalami seleksi alam oleh perubahan itu sendiri. Begitu pula tingkat keterbukaan pemimpin terhadap apa-apa yang muncul dari luar golongannya. Kebijakan memegang kunci penting di sini. Terkadang pemimpin sebelum mendengar isi dari apa yang diucapkan telah terlebih dahulu memandang remeh terhadap sang pembicara apabila orang itu di luar lingkaran kita atau bahkan justru dari pihak musuh. Lebih sering kini pemimpin menjatuhkan keputusan untuk menerima atau menolak saran dari seseorang sebelum mendengarnya hanya karena kita mengetahui latar belakang sang pembicara.
Perlu disadari bahwa kita hidup di dunia yang tanpa batas di mana semua informasi berhamburan tepat di depan mata kita. Hanya perlu beberapa gerakan jari untuk membuka jendela dunia yang begitu luas. Kemudahan ini membuat kita dapat mendengar, melihat dan mencerna berbagai pendapat dari banyak pihak dan kita seharusnya lebih bijaksana karenanya. Lebih bijaksana karena dengannya kita bisa melihat bahwa dunia ini penuh warna, lebih bijaksana karena kita tahu bahwa berjuta otak diluar sana punya banyak pemikiran mengenai permasalahan kita.
Kepemimpinan eksklusif kelak hanyalah tersisa nama. Tidak ada tempat bagi para pemimpin yang enggan untuk menjadikan saran orang lain sebagai pertimbangan dasar pijakan keputusan. Tak peduli agama, harakah, partai politik atau bahkan suku bangsa, yakinlah bahwa pada itu semua mungkin terdpat kebaikan.
next paragraph.. kepemimpinan terbuka dan berprinsip, ciri2 dan keutmaannya..
Tidak ada yang salah dengan fenomena tersebut, hal itu adalah hukum alam yang dalam kadar tertentu masih dapat ditoleril. Akan tetapi perbahan zaman menuntut tipe pemimpin yang akan mengalami seleksi alam oleh perubahan itu sendiri. Begitu pula tingkat keterbukaan pemimpin terhadap apa-apa yang muncul dari luar golongannya. Kebijakan memegang kunci penting di sini. Terkadang pemimpin sebelum mendengar isi dari apa yang diucapkan telah terlebih dahulu memandang remeh terhadap sang pembicara apabila orang itu di luar lingkaran kita atau bahkan justru dari pihak musuh. Lebih sering kini pemimpin menjatuhkan keputusan untuk menerima atau menolak saran dari seseorang sebelum mendengarnya hanya karena kita mengetahui latar belakang sang pembicara.
Perlu disadari bahwa kita hidup di dunia yang tanpa batas di mana semua informasi berhamburan tepat di depan mata kita. Hanya perlu beberapa gerakan jari untuk membuka jendela dunia yang begitu luas. Kemudahan ini membuat kita dapat mendengar, melihat dan mencerna berbagai pendapat dari banyak pihak dan kita seharusnya lebih bijaksana karenanya. Lebih bijaksana karena dengannya kita bisa melihat bahwa dunia ini penuh warna, lebih bijaksana karena kita tahu bahwa berjuta otak diluar sana punya banyak pemikiran mengenai permasalahan kita.
Kepemimpinan eksklusif kelak hanyalah tersisa nama. Tidak ada tempat bagi para pemimpin yang enggan untuk menjadikan saran orang lain sebagai pertimbangan dasar pijakan keputusan. Tak peduli agama, harakah, partai politik atau bahkan suku bangsa, yakinlah bahwa pada itu semua mungkin terdpat kebaikan.
next paragraph.. kepemimpinan terbuka dan berprinsip, ciri2 dan keutmaannya..
Comments
Post a Comment